21 Maret 2020, Semarang- Dosen Hukum Internasional Fakultas Hukum UNTAG Semarang, Evert Maximilian Tentua, berhasil meraih gelas doktor setelah mempertahankan disertasi yang membahas tentang drone (pesawat udara tak berawak), pada ujian terbuka promosi doktor yang digelar Program Studi Hukum Program Doktor Fakultas Hukum UNTAG Semarang.
Evert Maximilian Tentua lulus dengan predikat sangat memuaskan dengan indeks prestasi 3,70 oleh ketua penguji Prof. Dr. Edy Lisdiyono, S.H., M.Hum dengan mempertahankan disertasi berjudul “Penataan Kembali Pengaturan tentang Pesawat Udara Tak Berawak di Indonesia”.
Adapun para penguji lainnya terdiri atas Prof. Dr. Adji Samekto, S.H., M.H (promotor), Dr. Johan Erwin, S.H., M.H (co-promotor), Prof. Dr. Sarsintorini Putra , S.H., M.Hum, Dr. Sigit Irianto, S.H., M.Hum dan Prof. Dr. Lazarus Tri Setyawanta, S.H., M.Hum sebagai penguji eksternal.
Promovendus Evert Maximilian Tentua mengatakan, penelitian tersebut terinspirasi ketika melihat seseorang menerbangkan drone yang dilengkapi dengan alat syuting . berdasarkan pantauan tampak mereka menunjukkan perilaku yang kurang terpuji, karena drone ditujukkan disekitar hotel yang kebetulan dekat rumahnya. Peristiwa itu telah mengusik dirinya untuk mengetahui lebih jauh, mengapa mereka berani melakukan hal itu, apakah tidak ada regulasi yang mengatur tentang penggunaan drone.
Berawal dari kejadian itu, lalu dilakukanlah penelitian yang kebetulan saati itu dia sedang mempersiapkan untuk menyusun disertasi. Dari hasil penelitiannya ternyata benar, ada permasalahan yang menyangkut regulasi, yaitu tidak jelasnya peraturan sehingga menurutnya perlu ada penataan kembali pengaturan penggunaan pesawat udara tak berawak.
Pasalnya, hal ini akan berdampak pada penyalahgunaan, baik dalam prosedur penggunaan, digunakan untuk menyelundup, mempersenjatai, menerbangkan di atas wilayah udara terlarang, vandalisme, pengintaian, memasuki wilayah Negara lain tanpa izin., serta mengganggu privasi orang.
Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor PM 47 Tahun 2016 merupakan perubahan Permenhub Nomor 180 Tahun 2015 tentang Pengendalian Pengoperasian Sistem Pesawat Udara Tanpa Awak di Ruang Udara yang dilayani di Indonesia, tidak sesuai lagi dan sudah ketinggalan zaman.
Disamping itu, regulasi tersebut hanya berlandaskan dari segi yuridis, karena hanya mengatur kepentingan perlindungan keselamatan penerbangan. Menurutnya, pembuatan peraturan yang baik harus mengandung nilai filosofi, yuridis dan sosiologis. Karena itu, untuk menata kembali pengaturan pesawat udara tidak berawak, dia membuat konsep penelitian dengan melakukan perbandingan dengan Negara lain, seperti Amerika Serikat, Australia, Tiongkok dan Belanda serta pengaturan dari Internasional Civil Aviation Organization (ICAO) dengan pengaturan yang ada di Indonesia.